Minggu, 02 Januari 2011

SEKAR



Gadis itu mengisi setiap waktu kehidupannya dengan berselimut cinta. Siang itu aku merasakan berbeda sejak mengenal gadis cantik, manis dan menarik dengan matanya yang selalu mengoda iman pria dan senyumnya yang tulus. Ia selalu terlihat rapi dan kata – katanya pun halus dan tergaja.
Saat itu matahari yang ramah menyapaku dan seluruh penghuni alam ini. Dan waktu aku melihat wajah gadis yang bibirnya selalu kelihatan basah, aku melukiskan suasana indah hari ini yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasakan hal begitu dalam rahmat dan kasih sayang Allah kepadaku.
Gadis yang di mataku seumpama kilau matahari di musim semi. Kian hari wajahnya semakin cantik dan memesona dengan tatapan matanya dan senyumannya yang selalu merekah dibias wajahnya. Sebenarnya aku tidak ingin mengenalnya lebih jauh. Karena Sekar aku tahu telah menjadi kekasih dari sahabatku. Tetapi entah kenapa aku tertarik padanya, sejak ia selalu membantu kegiatan keremajaan di tempat tinggalku.
Aku merasa bangga memiliki teman sepertinya. Ia seorang remaja wanita yang selalu aktif di setiap acara yang menyakut kegiatan remaja, baik itu kegiatan sosial maupun kegiatan yang sifatnya hanya hura – hura. Dan rasa banggaku bertambah sejak aku mengetahui bahwa dia berbeda kepercayaan denganku dan remaja – remaja yang lain. Namun ia tetap tidak mengaja jarak dengan kami. Sekar selalu membantu setiap kegiatan yang menyangkut kepercayaan kami, contohnya ia dengan ikhlas membantu acara tasyakuran yang selalu di adakan para warga setiap HUT Kemerdekaan Replublik Indonesia. Selain itu ia pun tak segan – segan membantu kami dalam kegiatan Bulan Suci Ramadhan yang selalu kami isi dengan beraneka kegiatan.
Ini sudah hampir tahun ke lima aku mengenalnya. Dan bertepatan dengan persiapan HUT Kemerdekaan Replublik Indonesia ke enam puluh lima tahun. Saat ini aku merasa hal baik apa lagi yang Sekar lakukan dan membuat aku semakin tertarik kepadanya. Tetapi aku bukan tipe pria yang terburu – buru dalam melihat sifat wanita. Aku memberi kunci pada sang waktu.
Waktu pun bergulir tanpa aku sadari. Dan persiapan Hut Kemerdekaan Replublik Indonesia pun belum berjalan sesuai biasanya. Aku merasa heran dengan teman – temanku. Hanya tinggal sebulan menjelang acara, akan tetapi belum terdengar persiapan yang di lakukan para teman – temanku yang tergabung dalam Karang Taruna. Aku pun hendak kerumah sahabat dekatku yang dindingnya rapat dengan tembok rumahku. Tetapi setelah aku berkunjung kerumahnya ternyata sahabatku yang bernama Indra tidak berada dirumah. Adik kecilnya mengatakan bahwa kakaknya sedang berada dirumah Arief yang tidak jauh dari tempat tinggalku.
Tidak beberapa lama kemudian aku sudah berada di halaman rumah Arief, dan disana aku tidak juga menemukan dua sosok sahabatku. Di saat aku mendengar tawa dan celotehan dari arah rumah Sekar, aku mengenali bahwa tawa dan celotehan tersebut adalah ciri khas dari ke dua sahabatku. Saat itu pun aku memutuskan untuk segera melangkahkan kakiku menuju rumah Sekar. Jarak antara rumahku, rumah Indra, rumah Arief dan rumah wanita yang senyumannya selalu merekah jaraknya tidak terlalu jauh.
Saat itu Indra dan Arief duduk diantara Sekar dan dua gelas yang berisikan kopi susu. Dan aku melangkahkan ke dua kakiku dengan tenang. Mereka pun menyambut kedatangan dengan ramah dan segera menawariku segelas kopi hangat. Sebenarnya bukan masalah aku menolak dan menerima pemberian sahabatku Arief. Namun aku merasa tidak pantas langsung segera menikmati segelas kopi tersebut. Dan akhirnya aku hanya membiarkan segelas kopi tersebut tanpa aku sentuh.
Lalu aku menyulut sebatang rokok. Aromanya semerbak langsung membuat Indra dan Arief merasa ingin menikmati rokok yang kuhisap, menurut mereka setidaknya rokok yang kubawa dapat mengusir rasa asam dimulut mereka. Kini Sekar pun duduk berada didalam kepulan – kepulan asap rokok tebal dari mulut kami. Namun ia tidak sedikit pun merasah marah kepada kami. Dan kami tetap menikmati rokok yang kami hisap walau mungkin sebenarnya asap rokok yang kami hisap menganggu pernapasaan wanita yang duduk diantara kami.
Tidak beberapa lama Sekar pun menjelaskan perbincangan mereka yang sejak tadi aku tidak ketahui. Ia mengatakan bahwa Arief, Indra berserta dirinya memiliki maksud untuk mempersiapkan HUT Kemerdekaan Replublik Indonesia yang hanya tinggal sebulan. Aku pun sebenarnya ingin menanyakan hal tersebut kepada mereka. Namun aku merasa bahwa penjelasan yang diberikan Sekar membuat aku merasa bahagia karena aku dapat menikmati wajah cantiknya, aku pun membiarkan saja dia menjelaskannya kepadaku.
Kepulan asap rokok yang kami hisap semakin menemani penjelasan yang disampaikan Sekar kepadaku. Ia mengatakan bahwa acara Hut Kemerdekaan Replublik Indonesia yang ke enam puluh lima tahun yang di adakan ditahun ini. Mungkin hanya berisikan perlombaan – perlombaan saja yang bertepatan dengan tanggal 17 Agustus. Saat itu aku tidak mempertanyakan mengapa hanya perlombaan – perlombaan saja yang diadakan. Karena menurut sepengetahuanku bahwa Hut kemerdekaan Replublik Indonesia tahun ini mendekati dengan kegiatan Bulan Suci Ramadhan.  Lalu Indra melanjutkan penjelasan yang diberikan Sekar. Ia mengatakan bahwa yang memiliki ide ini sebenarnya wanita yang pertama menjelaskannya kepadaku. Dan ia juga mengatakan bahwa hambatan yang mungkin pasti menghambat proses acara adalah masalah dana.  Saat itu sebenarnya aku, Indra dan Arief merasa pesimis yang menyangkut mengenai dana. Namun Sekar mengatakan bahwa, kalau yang membuat kita pesimis itu belum kita coba sedikit pun. Maka kita tidak mengetahui mampu atau tidak kita lalui. Dan menurutnya hal yang terpenting adalah mencobanya dahulu.
Beberapa hari selanjutnya, kami pun berhasil mendapatkan dana sebesar Satu juta empat ratus lima puluh enam ribu. Saat itu kami merasakan kembali pesimis menghantui kami. Karena dana yang kami butuhkan agar acara bejalan dengan semarak sebesar Empat juta sampai Lima juta. Saat ini pun kami merasakan semangat yang sama, namun sedikit berbeda. Sekar dan remaja putri lainnya ikut serta dalam membantu kami dalam mencari dana dengan cara memintai pungutan kepada warga dengan seijin Ketua RT dan RW kami. Saat itu aku bertambah kagum, bangga dan menyukai pribadi Sekar yang telah berhasil menyemagati para remaja putri yang lain. Dan ini pun yang membuatku menyesal kenapa bukan diriku yang menjadi kekasihnya. Namun aku tetap bahagai dan bukan masalah bagiku walau Sekar dimiliki oleh sahabat dekatku, Arief.
Siang yang lain aku, Indra, Arief, Sekar menunggu remaja putra – putri yang lain yang berkeliling memintai pungutan kepada para warga di di rumah Sekar. Tetapi mereka tidak muncul juga, sehingga kami merasa jenuh menunggu mereka. Akhirnya salah satu teman kami yang ikut serta dalam memintai pungutan menemui kami. Dan ia mengatakan bahwa teman – temannya sedang di introgasi para senior. Ia juga amanat para senior agar kami mendatangi mereka yang sedang berkumpul di salah satu kediaman senior kami. Lalu kami pun memutuskan untuk menemui mereka.
Setelah kami berada di tempat para senior yang sedang mengintrogasi remaja yang lain. Kami pun segera mendapatkan pertanyaan yang sama. Mereka mengatakan siapa yang memiliki ide pertama kali yang bersangkutan mengenai proses pemungutan dana. Kami berempat pun menjawabnya dengan lantang, bahwa ide tersebut adalah ide kami bersama. Saat itu para senior kami bukan membantu memberi semangat kami. Namun mereka mengatakan bahwa tidak ada waktu lagi untuk mengadakan acara yang kami maksud, yakni mengadakan acara perlombaan yang bertepatan dengan HUT kemerdekaan Replublik Indonesia. Kami pun bertambah semangat setelah para senior kami meremehkan kinerja kami.
Sore yang lain, aku kembali mendatangi rumah Sekar. Kedatanganku di sambut para teman – temanku dan Bang Komar yang aku kenal sebagai Ketua Karang Taruna di wilayahku. Saat itu ia merasa bangga setelah mendengar maksud dan tujuan kami yang ingin mengadakan HUT Kemerdekaan Replublik Indonesia. Ia juga mengatakan jangan diambil pusing masalah para senior yang meremehkan kinerja kami.
Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar dari wanita yang salama ini aku tertarik padanya bahwa acara HUT Kemerdekaan Replublik Indonesia berjalan dengan semarak. Aku ikut merasa senang mendengarnya, walaupun aku tidak ikut dalam kemeriahannya. Dan walaupun hingga saat ini aku belum mengutarakan kekaguman akan kecantikan, sikap dan tutur katanya kepada wanita yang senyumannya selalu merekah itu, aku tetap merasa senang walau hanya sebatas persahabatan. Karena menurutku persahabatanku dengannya tidak akan menganggu persahabatanku dengan Arief yang kini masih menjadi kekasihnya.
Sekar pernah berkata padaku “ Segeralah kamu cari pacar yang selalu bisa menyayangiku dan semangat padaku “, Hati kecilku pun berkata, “ Lupakan rasa kagum akan kecantikan Sekar dalam ingatanmu sekarang, karena rasa itu akan merusak persahabatanmu dengan teman dekatmu.”
                                                                                    Depok, 2010-07-04
                                                                                    Syaif Hakim