Kamis, 30 Juni 2011

Aku yang tergila-gila dengan kamaku


Saat inilah aku menyesali kenapa aku meninggalkan rumah yang sejak kecil aku tempati. Di dalam rumah itu ada salah satu ruangan yang membuatku nyaman dan biasanya aku akan mengeram di sana berhari-hari kalau ide-ide memenuhi kepala. Kamar yang paling depan dengan suasana yang kotor, bau khas asap rokok yang tak sedap. Akan tetapi dengan aroma khasnya itu menjadikan aku tergila-gila pada kamarku.
Hari itu, aku sudah terlampau pindah rumah. Aku hanya bisa marah pada diriku sendiri kenapa harus meninggalkan rumah itu hanya untuk mendapatkan sesuatu yang berbeda dari kehidupan ini. Sebenarnya aku pindah rumah bukannya tidak ada alasan. Alasanku kenapa aku harus pindah rumah karena aku ingin mendapatkan suasana yang baru dan mungkin dengan suasana yang baru itu aku mampu menghasilkan tulisan-tulisan yang berbeda dari tulisan-tulisan yang aku hasilkan dirumah yang memiliki suasana yang kotor dengan bau khas asap rokok.
Hari pertama aku tinggal dirumah kontrakan perasaan tidak nyaman hadir begitu saja. Kadangkala aku ingin kembali ke rumah yang lama. Namun aku sudah terlanjur mengontrak di rumah kontrakan ini untuk satu tahun lamanya.  
Ketika hari telah beranjak sore. Matahari pun telah menggelinding ke sisi barat. Sementara bayanganpun semakin memanjang, mencoba bersembunyi dari tatapan nanar matahari. Di dalam rumah kontrakan itu aku masih terpaku menatapi seisi rumah yang tidak menghadirkan kenyamanan sama sekali.
Sepanjang minggu aku selalu menghabiskan hari-hari didalam kamar dengan berbagai macam ide yang hadir didalam kepala. Dan aku curahkan semua ide-ide yang hadir menjadi rangkaian kalimat yang tersusun rapih menjadi cerita. Namun entah kenapa aku tak pernah lagi menghasilkan cerita-cerita pendek. Terkadang aku merasa apa yang aku alami sekarang bukan duniaku yang sebenarnya. Ketika aku berdiam diri pada malam hari, aku merasa tidak ada satu ide pun yang hadir didalam kepala. Bahkan pengalaman-pengalaman yang aku dapatkan sejak tinggal di rumah kontrakan tidak dengan mudah aku ceritakan kembali.
Pada bulan pertama aku tinggal dirumah kontrakan aku tak menulis satu cerita pun. Aku duduk diam didalam kamar dengan satu pertanyaan didalam benakku, “Ada apa dengan diriku? Apakah aku telah berada dititik kejenuhan sehingga aku tidak dapat menulis cerita pendek?”
Aku menyendiri didalam kamar tanpa melakukan kegiatan apa pun. Lalu kusambangi rumah tetangga yang letaknya tidak jauh dari rumah kontrakan yang aku tempati. Di sana aku bermaksud mencari tema-tema yang menarik. Bahkan sering aku pergi ke taman kota untuk mencari inspirasi. Namun tetap saja aku tak mampu menulis satu cerita pun.
Pada bulan kedua dirumah kontrakan, aku mulai membaca kumpulan-kumpulan cerita pendek dari berbagai media masa, dengan cara itulah aku merefleksi kembali diriku pabila merasa jenuh dengan dunia kepunulisan yang aku geluti selama ini. Aku juga mulai menjelajahi toko-toko buku untuk membeli kumpulan cerpen atau novel-novel.
Bulan kedua ini aku sering membuka kembali folder-folder lama di laptopku atau membongkar kembali lemari buku, siapa tahu aku menemukan bahan bacaan. Barangkali setelah aku membaca kumpulan-kumpulan cerita pendek dari berbagai media masa dan bahan bacaan yang kusimpan didalam folder-folder lama atau di lemari buku, aku menemukan tema yang menarik untuk aku tulis menjadi cerita pendek.
Pada bulan ketiga aku mencoba menulis kembali, tetapi hanya mampu menghasilkan judul-judul yang kacau. Terkadang aku tak mampu membuat satu judul pun. Maka aku menghampiri meja di sudut ruang tengah. Meja dekat jendela kaca yang masih ditampar-tampar dedaunan rambutan. Aku duduk menyandar sebentar dikursi, lalu memandang layar komputer yang masih berupa bidang putih menyala. Namun tidak ada kemampuan untuk menulis kembali.
Lalu aku melihat keluar jendela, ke jalan yang selalu sibuk. Aku selalu tertegun melihat begitu banyak orang asing di lingkungan rumah kontrakan yang aku tempati.  Mimikku terlalu serius memperhatikaan orang-orang asing itu. Tanpa aku sadari sedetik, dua detik aku kembali terbayang-bayang dengan apa yang aku lakukan didalam kamarku yang pengap. Riwayatku dulu yang begitu banyak ide-ide dan tema-tema yang menarik untuk dijadikan sebagai cerita pendek.
Bayang-bayang kamar sebelum aku tinggal di rumah kontrakan selalu menghantui saat aku berusaha untuk menulis kembali. Aroma asap rokok, aroma badanku yang bercampur menjadi satu menciptakan aroma khas kamarku yang dulu. Semua itu menjadikan aku semakin tergila-gila dengan kamarku yang dulu.  
Hari demi hari berlalu. Banyak cerita luput dari kehidupan. Beberapa bulan aku mencoba menulis kembali. Dari dalam kamar kontrakan aku terus saja merokok hingga seluruh ruangan dipenuhi dengan asap rokok. Asap berkepul-kepul dari mulut, menipis hilang seperti kata-kata yang ingin kurangkai menjadi cerita yang tak berkesan untuk aku tulis dan hasilnya tetap saja sama, aku tidak mampu mendapatkan kembali riwayatku dulu yang begitu mudah mengarang satu cerita dalam satu malam.
Seketika aku tertegun sejenak. Timbul perasaan heran dalam hatiku. Sungguh aneh diriku sekarang ini, pikirku, bukan hanya aku tak lagi memiliki ide-ide yang menarik tapi aku sudah kehilangan arah untuk memulai cerita. Lalu aku nyalakan kembali rokok untuk kesekian kalinya. Sebentar kemudian berkepul-kepullah sudah asap dari mulutku. Sangat berbeda cara menghisapku kali ini dengan menghisapnya dalam-dalam, cara mengeluarkannya pun perlahan-lahan dengan berirama. Agaknya usaha kali ini pun gagal mendapatkan arah untuk memulai cerita.
  Aku semakin muram. Bahkan makin jarang meninggalkan rumah kontrakan. Namun tetap saja aku tak mampu menulis satu cerita pendek. Setiap malam aku berusaha untuk tetap terjaga, tapi aku tak tahu mengapa harus tetap terjaga. Apa mungkin bila aku tetap terjaga maka tanpa aku sadari aku kembali mendapatkan riwayatku dulu. Dan ketika aku merasa lelah, aku tertidur didepan layar laptop yang tetap menyala hingga menjelang pagi.
Ketika seorang sahabat lama yang lebih memilih menjadi seorang penulis puisi ingin mengujungi rumah kontrakan yang aku tempati sekarang ini. Aku menolaknya secara langsung karena sahabat lama yang lebih menyukai puisi dari pada cerpen, pasti selain melihat keadaanku, ia juga ingin mengetahui proses kreatifku yang selama ini menurutnya berbeda dengan proses kreatifnya. Maka melihat keadaanku yang sekarang, aku tidak ingin ia mengetahui apa yang aku alami.
Keesokan harinya sahabat lama yang telah bersahabat lebih dari sepuluh tahun telah mengetahui keadaan yang aku alami. Aku pernah mempertanyakan dari mana ia mengetahui keadaanku yang tak mampu menulis satu cerita pun. Akan tetapi ia tidak menjawabnya dan hanya mengatakan kalau ia merasa cemas dengan keadaanku yang tak mampu menulis satu cerita pun. Ia bilang, “Aku harus menolongmu keluar dari masalah yang kamu hadapi. Kamu sedang menghadapi kejenuhan. Mungkin rumah kontrakanmu tidak senyaman rumahmu yang dulu. Jika rumahmu kontrakanmu tidak senyaman rumahmu yang dulu, lebih baik kamu harus meninggalkan rumah kontrakanmu dan kembali ke rumah lamamu.”
Jadi sahabatku yang lebih memilih menjadi seorang penulis puisi memberi sarannya agar aku kembali ke rumah lamaku yang telah membuat aku tergila-gila dengan kamar yang bau dengan aroma asap rokok.
Suatu kali pada malam berikutnya, aku seperti mendengar suara-suara gaib untuk kembali ke rumahku yang salah satu dari kamarnya kotor dan bau. Saat itu aku tidak tahu suara gaib itu datang entah dari mana. Namun suara-suara gaib itu sangat jelas terdengar ditelinga. Suara gaib itu juga mengatakan pabila aku ingin kembali ke masa-masa riwayatku yang dulu, maka aku harus kembali ke rumah yang lama. 
Dua malam berikutnya, aku ingin menuruti suara gaib yang kudengar malam kemarin. Kalau bukan karena aku merasa rindu dengan aktivitas-aktivitas kamar itu, aku tidak akan menuruti perintah suara gaib yang sepertinya telah mencuci otakku untuk kembali ke rumah yang lama. Selain itu aku juga mulai rindu dengan bau tak sedap yang tercium dari kamarku yang nampak tak terawat setiap harinya, karena didalam kamar itu aku dengan mudah mendapatkan ide-ide yang menarik dan imajinasiku tak pernah terhalang apa pun.
Hari berikutnya aku langsung pergi ke rumah yang dulu. Tujuannya hanya satu, yaitu kamar yang dipenuhi ide-ide menarik. Sesampainya di sana, kamar yang sedari dulu hingga saat ini masih tetap sama. Saat pertama kali aku pindah ke rumah kontrakan. Suasananya tidak jauh berbeda. Betul-betul serupa. Kotor. Bau. Dan tentu saja...bau.Ya, tentu saja aku sangat menghafal dengan bau-bau khas asap rokok yang tak sedap langsung menguar menusuk ke dua lubang hidung saat aku membuka pintu kamar.
Kamar itu menghadap ke halaman depan. Dari dalam kamar aku bisa melihat jalanan lengang yang dilalui pedagang bubur ayam, roti, dan seluruh tetangga sekitar. Halaman sebelah kiri yang cukup lampang terisi sebuah pohon mangga besar yang aku tanam sendiri. Saat buah mangga itu matang aku makan bersama keluarga besar yang berkunjung ke rumahku satu tahun sekali setiap hari raya.
Sepanjang ingatanku, tak pernah aku merasa sesak saat duduk didalam kamar walau asap rokok memenuhi ruangan. Aku menulis berbagai macam tema. Biasanya saat mulai jenuh, aku keluar menikmati suasana sejuk duduk bersandar di bawah pohon. Sejak itu aku punya ritual baru saat kejenuhan merasuki pikiran.
Di dalam kamar yang selalu dipenuhi aroma asap rokok, aku menyimpan kebahagian yang luar biasa. Sebuah tempat tidur dan meja tulis mengisi salah satu sisinya. Aku akan mengeram di sana berhari-hari kalau ide-ide memenuhi kepala. Biasanya aku mengetik dengan laptop kesayangan yang selama ini dengan setia mempermudahkan aku untuk menyelesaikan ide-ide itu menjadi rankaian cerita pendek.  
Di dalam kamar yang pengap dari udara dan cahaya matahari aku terus saja menulis. Aku menulis sambil merokok. Enak merokok sambil menulis. Maka, setelah aku menghisap asap rokok hadirlah ide-ide itu berupa bayang-bayang hingga akhirnya aku merasa senang setelah membaca dan merevisi kembali cerita pendek yang telah kuakhiri ceritanya.
 Dari jendela kamarku yang bertirai merah jambu, aku selalu mengenang pertama kali mendapatkan ide-ide menarik lalu kutulis menjadi cerita pendek. Bahkn aku bercita-cita untuk menjadi seorang pengarang. Aku sering menulis cerita pendek. Tapi tak pernah sebagus Oka Rusmini, Wa Ode Wulan Ratna, Damhuri Muhammad. Aku tak peduli apakah cerita pendekku indah buat orang lain. Aku menulis cerita pendek agar ide-ide didalam rongga kepalaku bermanfaat untuk diriku sendiri. Hanya itu tujuanku sekarang ini.  
 Aku sudah melewati banyak hal didalam kamar ini dan aku ingin menghabiskan sisa hidup untuk tetap menulis dan menulis didalam kamarku. Lintasan peristiwa yang pernah aku lewati terulang kembali di benakku seperti sebuah putaran film yang akan kutulis menjadi cerita pendek. Seketika aku tersentak dan kaget menyadari bahwa cerita pendek yang aku tulis telah dipenhujung cerita. Kini aku memilih untuk tetap menulis didalam kamarku yang pengap dengan asap rokok. Walaupun banyak tempat yang menurut orang lain bagus untuk mendapatkan ide-ide yang menarik, tetapi tidak menurutku, karena tempat terbaik. Adalah berada didalam kamarku yang kotor dan bau dengan bau-bau khas asap rokok yang tak sedap.

                                                                                                Tanah Baru, 2011
                                                                                                Syaif hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar